Tiga jam sebelumnya, hujan deras
mengguyur seluruh pelosok kota. Menyisakan rintik-rintik hingga di bagian
terdalam kota, termasuk di bawah jembatan itu. Tiga jam sebelumnya, sosok itu
tidak ada disana, terkapar lemah hampir tidak bernafas di tengah kegelapan.
Perlahan-lahan kesadarannya kembali, tubuhnya bergerak dengan rentan mencoba
berdiri dengan kedua kakinya, namun terjatuh di tengah usahanya. Dia memutuskan
untuk duduk.
Sosok tersebut melirik sekitarnya dengan
seksama berulang kali, dengan penuh energi. Antara dirinya sangat bersemangat
atau sangat ketakutan, tidak bisa dipastikan. Tatapannya berhenti di antara tumpukan
beton di bagian dalam kolong jembatan. Dia berdiri lalu berlari ke arah salah
satu beton yang terbesar dan bersembunyi di baliknya, beriringan dengan
munculnya suara langkah kaki dari salah satu ujung kolong jembatan.
Seseorang muncul dari sana. Dia
berjalan ke posisi dimana sosok tersebut tadi berbaring. Dia menggosok-gosokkan
lengannya dengan kedua telapak tangannya, lalu mengambil korek api di sakunya
dan menggunakannya untuk menyalakan rokok yang ada di mulutnya. Dia kembali
berjalan sambil tetap menggigil. Hanya pejalan kaki biasa, mungkin lewat hanya
untuk menghindari angin agar bisa menyalakan rokoknya. Angin malam masih
berhembus cukup kencang.
Pejalan kaki tadi menghilang naik ke
jalanan di samping jembatan. Sosok misterius itu keluar dari persembunyiannya.
Dia berjalan ke arah pejalan kaki tadi pergi, membawanya sampai ke ujung kolong
jembatan. Dia melihat kendaraan berlalu lalang di sekitar jembatan. Cahaya
lampu jalan dan cahaya dari toko-toko di sekitarnya menyinari jalanan, seolah-olah
cahaya kendaraan saja tidak cukup.
Sosok tersebut berdiri terpaku,
cahaya rembulan menyinari lekukan indah tubuhnya dan kulit putih halusnya,
memberikan warna kepada rambut pirang coklat sebahunya dan menerangi wajah
kebingungannya. Gadis itu menutupi bagian privasi atasnya dan bagian privasi
bawahnya dengan masing-masing tangannya. Dia tampak tidak terlalu khawatir
dengan daerah terbuka di bagian belakangnya melihat usahanya menutupi bagian
depan tubuhnya tidak terlalu membuahkan hasil.
Gadis itu mundur kembali ke dalam
kegelapan, ke dalam kolong jembatan, khawatir akan kemungkinan seseorang melihatnya.
Di balik beton yang terbesar, di tengah kecamuk angin malam yang ganas, dia
sembunyi dari apapun ancaman yang mungkin akan menghampirinya. Tidak satupun
kehangatan menemaninya, bahkan tidak dari sepasang pakaian. Dia terduduk
melingkari tubuhnya, menunggu secercah harapan. Dan harapan tidak muncul sampai
beberapa hari ke depan.
0 comments:
Post a Comment