Separuh Aku Bukan Anak Kos

on Sunday, March 17, 2013
Belakangan ini aku hidup 3 batang kara karna ditinggal orangtua ke Pekanbaru, belakangan ini aku juga mulai menggunakan kembali bahasa "aku-kamu-dia-kita-kalian-mereka". Iya aku tau aku labil. Ini semua karna aku telah dipaksa menemukan jati diri. Setelah kemarin habis digebukin lalu ditelanjangin lalu diarak lalu dipaksa jadi teroris sama anak komplek sebelah gara-gara ngomong "gue-lo-sumpeh lo-ih gak banget deh".

Fantasi.

Selama seminggu aku terpaksa harus jadi pembantu rumah tangga. Aku terpaksa harus pake baju pemain bola posisi gelandangan bertahan hidup, aku harus nyapu, nyuci baju, nyuci piring, ngepel, sambil ngomong 'TUAN MAKANANKU TUAN! BERI AKU MAKANAN!' terus dilemparin makanan gitu udah kayak hewan peliharaan.

Hina Sekali.

Puncak kesengsaraanku adalah saat aku harus memasak sarapan. Lauk untuk makan siang dan malam tidak jadi masalah karna keluarga kami langganan rantangan. Masalahnya adalah  sarapan. Ini akan menjadi masalah yang sangat serius untuk anak yang seluruh-tenaganya-habis-dipagi hari-hanya-untuk-bangun-dari-tempat-tidur. Kalian semua tahu kalau bangun dari tempat tidur itu menguras banyak tenaga. Kita harus membuka mata yang rasanya beratnya melebihi berat mama lauren, kita harus nguap sambil nahan napas karna kita pasti tahu kalau bau mulut ketika baru bangun tidur itu melebihi bau orang kentut yang kentutnya aja lagi kentut, kita juga harus ngulet yang juga ngebuat badan jadi lemas, kita harus melepaskan kepala dari gaya gravitasi bantal yang saat kita baru bangun tidur memiliki kekuatan dari seluruh alam semesta, dan terkadang kita juga harus senam lantai dulu sebelum benar-benar turun dari kasur. Melihat semua fakta fakta ini aku jadi tahu kalau "4 sehat 5 sempurna" enggak akan berarti apa-apa kalau kita enggak sarapan.

Hidup Sarapan! Fak sama perut-kelaparan-sewaktu-pagi-hari. Penjajahan kalian berakhir.

Jadi aku memberanikan diriku untuk memasak sarapan. Dari semua bahan makanan dan bumbu dapur yang duduk manis didepanku, aku memilih untuk memasak telur dan garam, bahasa kerennya telur asin dadar. *nyalain kompor* *ngambil sudip kayu* *letakin diatas kompor* *kebakaran* *matiin apinya* *kabur*



Bukan Pengaruh Kamera, memang sudipnya yang merintih kesakitan makanya gambarnya agak kabur

Gagal.


Dengan sedikit keberanian yang tersiksa aku kembali nyalain kompor. Kali ini enggak kebakaran, aku sukses sampai menuang telur kedalam teflon.


Dengan awal yang begini, aku merasa percaya diri

Enggak tau kenapa hasilnya jadi begini.

Sadis

Dari sini aku tau kalau Separuh Aku, Bukan Anak KOS.

0 comments:

Post a Comment